Jumat, 10 April 2015

Diskusi Debat Pro dan Kontra UN



Tema yang didiskusikan       : Perlukah pelaksanaan UN di Indonesia?
Pemimpin Diskusi                 : Mutia Lasiama Azizah
Moderator                             : Najwah Syarifah
Pembicara                              : Faradhysa Camila
Notulis                                    : Faradhysa Camila
Peserta Diskusi                     :  TIM PRO      : - Aldhafa Namira A.P
                                                                           -Inas Zulfa S
                                                 TIM KONTRA: -Nisrina Sukma D
                                                                            -Salwa Shofiya H

Pemimpin Diskusi (Mutia Lasiama A):
(salam)
(berdoa)
“Hari ini kita akan mendiskusikan tentang perlukah pelaksanaan Ujian Nasioanal di Indonesia. Diskusi ini akan dipandu oleh moderator kita Najwah Syarifah. Untuk itu, saya serahkan kepada moderator.”

Moderator (Najwah Syarifah):
(salam)
Saya sebagai moderator didiskusi kali ini akan memperkenalkan notulis dan pembiacaranya yaitu Faradhysa Camila. Peserta terdiri dari dua bagian, pro dan kontra. Selanjutnya, permasalahan lebih lanjut akan dibahas oleh pembicara, Faradhysa Camila.

Pembicara (Faradhysa Camila):
Saya akan memaparkan masalah yang didiskusian pada kesempatan kali ini. Di negara Indonesia, semua sekolah baik dari sekolah dasar sampai sekolah menengah melaksanakn UN. Kelulusan mereka disekolah hanya ditentukan oleh 3-4 hari saja. Hal ini harus membuat siswa belajar lebih giat lagi dengan mengikuti jam tambahan dari sekolah atau mengikuti program les diluar sekolah. Tetapi tidak sedikit dari mereka menjadi stress akibat adanya UN ini. Dalam diskusi kali ini, kita akan membahas lebih mendetail tentang adanya UN di Indonesia, perlukah Indonesia melaksanakan Ujian Nasional? Berikut ini  adalah pendapat secara umum dari siswa yang pro dan kontra terhadap pelaksanaan UN di Indonesia.
Pendapat secara umum
Tim Pro:
UN diperlukan oleh siswa agar bisa meningkatkan mutu siswa dalam proses pembelajaran. Agar siswa itu menjadi SDM yang bermutu, mungkin dalam proses belajar siswa tidak serius dalam menerima pembelajaran, tetapi setelah mendengar kata UN siswa akan serius belajar.
Tim Kontra:
Guru hanya akan mengajarkan beberapa topik atau kompetensi (berdasarkan panduan SKL) yang  diprediksi bakal keluar dalam UN, dan kemudian cenderung mengabaikan kompetensi lainnya yang diperkirakan tak akan diujikan dalam UN, walaupun sangat mungkin kompetensi itu sangat diperlukan dalam kehidupan sehari-hari pasca anak didik keluar dari ruangan ujian. Silakan kepada moderator untuk bertanya tentang pendapat peserta diskusi tentang tema kali ini.
Moderator:
(mempersilahkan kelompok Pro untuk mengungkapkan pendapat)
Aldhafa:
“Saya berharap dengan adanya UN bisa meningkatkan mutu siswa. Mutu dalam proses belajar-mengajar. Karena dengan UN, siswa lebih giat belajar dan memacu diri agar bersungguh-sungguh memasuki sekolah negeri favorit.”
Moderator
Kesimpulan: Agar siswa lebih giat belajar.
Salwa:
“Menerut pendapat Aldhafa tadi, dengan adanya UN mutu siswa meningkat.
Jadi, jika tidak ada UN mutu siswa menurun? Kan banyak hal yang dapat membuat mutu seorang siswa meningkat, tidak hanya soal UN.”
Inas:
“Sebelum UN dilaksanakan, para guru sudah meberikan latihan-latihan dan PR agar siswa dapat mengerjakan UN dengan baik. Siswa akan menjadi lebih serius dalam pengisiannya.”
Ririn:
“Tapi guru lebih cenderung memberi latihan kepada pelajaran yang termasuk dalam UN. Jadi bagaimana pelajaran yang lainnya?”
Aldhafa (interupsi):
“Tolong ulangi pertanyaanya?”
Ririn:
“Guru lebih cenderung memberi latihan kepada pelajaran yang termasuk dalam UN. Lalu bagaimana dengan pelajaran yang lainnya? Apakah diabaikan?”
Aldhafa:
“Pemerintah memilih mata pelajaran yang umumnya sangat digunakan dikehidupan sehari-hari setelah UN. Misalnya Bahasa Inggris, siswa dituntut supaya dapat mengerjakan UN tersebut dengan maksimal. Nah, dengan demikian para siswa bisa berbicara bahasa Inggris walau hanya sedikit. Dan siswa tersebut dapat berinteraksi dengan mudah jika ia berperbgian ke luar negeri”
Salwa:
“Tetapi perisitiwa tersebut tidak terjadi kepada seluruh siswa. Banyak para siswa yang stress akibat UN. Bahkan sampai ada yang tewas akibat tidak lulus UN.”
Inas:
“Maaf? Bisa berikan contohnya?”
Salwa:
“Edi Hartono umurnya 19 tahun, dia malu karena gagal UN.
Sebelumnya ia mengurung diri dirumah neneknya, tetapi selang berapa hari kemudian ia ditemukan sudah meninggal akibat aksi bunuh dirinya.”
Inas:
“Nah itu mungkin karena kurangnya pengawasan dari keluarga dan pihak sekolah. Makanya dengan adanya UN ini siswa diminta serius agar terlahirnya generasi-generasi bangsa yang berkompeten.”
Aldhafa:
“Lagipula hasil UN di Indonesia belum lama ini terus meningkat. Bukankah itu pertanda baik bagi negara Indonesia tercinta ini?”
Ririn:
“Mm… Tapi meneurut survey yang telah dilakukan banyak sekolah di Indonesia yang melakukan kecurangan terhadap lembar jawaban murid-muridnya. Dan hanya sedikit sekolah yang bersikap jujur. Bagaimana dengan kenaikan tersebut?”
Salwa:
“Yap betul… Mungkin saja kenikan hasil UN itu adalah kenaikan kecurangan UN juga dalam sekolah-sekolah di Indonesia.”
Aldhafa:
“Entahlah, kita hanya bisa berharap semoga itu tidak benar.”
Salwa:
“Lagipula dengan adanya UN tidak menjamin suatu negara dapat berkembang dengan baik. Contohnya Jerman, disana tidak ada UN tapi negaranya maju dengan perkembangan yang pesat. Masih ada lagi, Amerika, Finlandia, Kanada, dan Australia. Bisa dilihatkan mereka dapat maju tanpa adanya peran UN?”
Aldhafa:
 “UN dibuat dengan peraturan. Dan peraturan itu memacu murid untuk berfikir kreatif. Disetiap negara maju pasti selalu ada orang kreatif didalamnya. Dan yang paling utama, UN dapat membuat siswa lebih disiplin.”
Ririn:
“Negara maju membutuhkan sistem pendidikan yang baik. Sistem pendidikan baik tidak selalu membutuhkan UN didalamnya. Pemerintah harus bisa mendidik dan melatih guru  agar bisa melaksakan evaluasi yang berkualitas. Itu yang terpenting.”
Moderator:
Kesimpulannya adalah Ririn bilang negara maju tidak selalu membutuhkan UN didalamnya. Dan Aldahafa bilang, perarturan UN dapat membuat siswa lebih kreatif dalam berpikir.”
Pokok bahasan kedua:
Mutia:
“Banyak siswa yang mulai pusing menjelang UN. Karena banyak nilai ujiannya yang belum terselesaikan. Jika siswa tersebut sekolah diswasta, banyak hafalan yang belum terkejar. Akibatnya siswa tersebut menjadi stress. Lalu bagaimana tanggapanya?”
Tanggapan
Inas:
“Siswa tersebut harusnya bisa menyelesaikan nilai-nilai sebelum UN tiba. JIka dia belum menyelsaikan salah sendiri. Siapa suruh selama ini dia hanya bermalas-malasan?”
Salwa:
“Itu tanggapan kamu?”
Aldhafa:
“Jadi gini buat para siswa yang misalnya hafalan alqurannya belum terselesaikan, kita intropeksi diri dulu. Ini kan Al-quran ya, nggak sembarang orang yang bisa dengan mudah menghafalnya. Sebelum kita mencoba menghafal kita harus tinggalin dulu perbuatan-perbuatan maksiat, biar mudah, gitu. Sebenarnya ini sih tinggal dari diri kita masing-masing aja.”
Ririn:
“Sebenarnya saya lumayan setuju dengan pendapat Aldhafa. Tapi kembali lagi, jika UN dihapus, bukan kah kita dapat dengan mudah mengerjakan ujian-ujian seperti UH, UAS, UTS, UP, dan TryOUt. Dan seriously ini nggak terlalu membuat siswa stress.”


Inas:
“Lalu apa salahnya? UN hanya mengambil 40% bagain dari penentu kelulusan siswa. Sisanya dari gabungan nilai ujian selain UN.”
Salwa:
“Walaupun hanya 40% tapi sangat berpengaruh. Ada siswa yang sebelumnya berprestasi, tiba-tiba saat ada UN ia dinyatakan tidak lulus. Padahal nemnya hanya kurang 0,26 dari angka yang sudah ditentukan pemerintah.”
Aldahafa:
“Ya itu salah siswanya…”
Ririn:
“Loh kenapa salah siswanya? Siswa ini sebelumnya siswa yang berprestasi disekolah”
Aldhafa:
“Harusnya dia lebih bisa memanage waktu agar tidak terjadi hal seperti itu….”
Moderator:
(mengembalikan focus) “Hey, kita sudah melenceng dari topik. Silahkan kemabli ke topik awal yaa. Jadi sekarang tim pro dan kontra dipersilahkan untuk membuat kesimpulan.”
Tim Kontra (menyimpulkan)
Salwa:
“Kesimpulannya, banyak siswa yang sebelum UN nilainya bagus-bagus bahkan selalu rangking 1 dan setelah dia melaksanakan UN nilainya sangat menurun. Jauh dari harapan. Itu karena kurangnya fasilitas dari pemerintah. Banyak sekolah-sekolah diperbatasan dan propinsi tertinggal yang belum merasakan kemajuan fasilitas di Indonesia.”
Tim Pro
Inas:
“UN bisa menambah prestasi kita. Tujuannya mulia. Kita bisa memiliki pandangan bahwa UN itu susah sekali, tetapi bagaimana kita menyikapinya. Saya harap, kita bisa berembung bersama-sama tentang UN. Kita bisa temukan plus minusnya. Bisa menyatukan plusnya dan membuat Indonesia lebih baik.”
Moderator:
“Jadi begini kesimpulannya?”
Pro:
Temukan plus minus UN, gabungkan, dan mebuat Indonesia lebih baik.
Kontra:
Kemajuan teknologi pendidikan di Indonesia belum dirasakan oleh siswa diperbatasan dan kota-kota tertinggal.
Selanjutnya diskusi ini saya serahkan kepada pemimpin diskusi.
Pemimpin Diskusi:
“Waktu untuk diskusi kali ini sudah habis, kita tutup. Terimakasih kepada tim pro dan kontra. Semoga tidak ada salah paham dan perselisihan.”
(berdoa)
(salam)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Say something kind...